Siapa tak kenal George Soros, miliarder Yahudi berkebangsaan Amerika
yang pernah mengantar Indonesia bersama sejumlah negara lainnya ke
lembah kelam bernama krisis moneter, 1997-1998 silam. Indonesia
dibuatnya porak-poranda, yang hingga kini jelas masih terasa. Soros
dikenal memiliki kemampuan tinggi dalam berspekulasi di bidang
perdagangan mata uang.
Bahkan, pada 1982, dalam waktu
singkat Soros berhasil meraup keuntungan 1,2 miliar dolar dalam
perdagangan mata uang Poundsterling. Akibatnya, sebagian perekonomian
Inggris hancur. Ia pun dijuluki sebagai “Pria Yang Menghancurkan Pound”
(The Man Who Broke the Pound).
Siapa
pula tak mengenal Hary Tanoesudibyo, seorang bos media yang saat ini
sedang mencoba peruntungan politik di Partai NasDem. Pria yang akrab
disapa HT ini juga dikenal ulung mengelola keuangan. Kendati umurnya
masih relatif muda, ia sudah mampu menguasai berbagai sektor penting,
utamanya industri media.
Lantas, bagaimana keduanya
bisa sehebat itu? Benarkah ada hubungan khusus di antara keduanya?
Benarkah HT sengaja dipakai Soros untuk menguasai perekonomian
Indonesia?
Info beredar, keduanya memang telah lama
menjalin persahabatan. Salah satu indikasi persahabatan itu, Soros punya
15 persen saham di PT Bhakti Investama, milik HT. Perusahaan ini
beberapa waktu lalu pernah terseret kasus penyuapan yang diungkap KPK.
Soros
juga disebut-sebut berkaitan erat dengan skandal Bank Century. Itu
karena Soros memiliki 19 persen saham di Bank CIC, cikal bakal merger
Bank Century. Dengan cerdas, Soros lalu merampok kas Indonesia di pasar
modal Indonesia.
Itu dia lakukan melalui Bank CIC, Bank
Pikko, dan Bank Danpac disatukan menjadi Bank Century. Caranya, Bank
CIC melakukan transaksi surat-surat berharga (SSB) fiktif senilai 25
juta dolar AS yang melibatkan Chinkara. Pada 2003, Bank CIC memiliki
surat berharga dalam valuta asing sekitar Rp 2 triliun dan US Treasury
Strips senilai 185,36 juta dolar AS.
Selanjutnya, Bank
Indonesia pada 2004 menyetujui proses merger Bank Pikko dan Bank Danpac
ke dalam Bank Century. Robert Tantular menjadi pemegang saham Bank
Century bersama Alwarraq Hesyam Talaat dan Rafat Ali Rizvi tanpa fit and
proper test sebagai bankir. Paska merger tersebut, Soros dikabarkan
lebih banyak berperan di belakang layar, karena Bank Century dianggap
sudah mampu dikendalikan Robert Tantular.
Kiprah Soros
lainnya adalah pernah terlibat dalam proses tender saham yang dimiliki
pemerintah di PT Astra International Tbk. Soros menyusup ke Astra
melalui PT Bhakti Investama yang sahamnya dimiliki Quantum Fund, induk
perusahaan milik Soros. Nilai investasi Soros saat itu diperkirakan
sekitar Rp 203,5 miliar.
Dalam berbagai kebijakan HT,
kuat dugaan ada Soros yang setia melindunginya dari belakang layar.
Termasuk ketika HT membeli saham Bentoel, SCTV, Astra Internasional, dan
PT Artha Graha Investama Sentral (AGIS). Soros memberikan konsultasi
agar HT fokus pada bisnis media cetak dan televisi. Alasannya, prospek
bisnisnya cukup besar.
Atas saran Soros, HT lantas
melepas saham SCTV dan membeli RCTI dari Bimantara, kemudian memborong
saham TPI (sekarang MNC TV) dan Global TV. Saham HT lalu melebar ke
Music Televisi Indonesia , radio Trijaya dan ARH, Harian Seputar
Indonesia dan Tabloid Gennie; Majalah Trust (sekarang Majalah Sindo).
Konsep yang ditawarkan Soros adalah dengan menguasai industri media,
maka bisnis lain akan terbantu. Termasuk mampu menembus dunia politik.
Usai meraup keuntungan dari industri media, Soros-HT lalu membidik pasar
telekomunikasi dengan layanan seluler Fren.
Lihat
saja, dua presenter Indonesia yakni Rosianna Silalahi (SCTV) dan Putra
Nababan (RCTI) pernah mewawancarai dua presiden AS. Rosianna untuk
Presiden Bush, sementara Putra untuk Presiden Obama. Ditengarai,
keberhasilan dua presenter itu juga tidak terlepas dari jasa Soros.
Sejak
awal, HT memang sudah dipersiapkan Yahudi AS untuk menguasai Indonesia.
Hal itu ia peroleh saat masih kuliah di Ottawa University, Kanada. Saat
itu, HT sudah berpengalaman bermain saham di bursa Toronto.
Soal
terjunnya HT ke dunia politik tentu saja bukan karena kebetulan. Meski
harus diakui, langkah HT tersebut mendapat perlawanan ‘kecil’ dari kaum
nasionalis. Bukan kebetulan juga ketika HT menjanjikan modal Rp 5 miliar
bagi kader NasDem yang ingin bertarung di Pemilu Legislatif 2014 nanti.
Kepiawaian
HT menggoreng pundi-pundi Keluarga Cendana (Titik Prabowo dan Bambang
Soeharto) melalui PT Bhakti Investama juga berasal dari Soros.
Kesimpulannya, Soros-HT memang memiliki kisah yang mirip. Atau boleh
disebut, HT adalah anak didik sang miliarder Soros. Benarkah?